Pertanyaan seperti judul di atas selalu mengganggu pikiran saya
jika melihat fenomena yang terjadi di tengah – tengah masyarakat kita
yang latah memuja memuji tokoh tertentu padahal sosok tokoh itu tidak
layak diberikan puja puji.
Begitu bodohkan bangsa kita ini yang terlalu mudah terkecoh dengan
pencitraan dan opini sesat yang direkayasa oleh pihak tertentu untuk
memberikan kesan baik terhadap figur yang sesungguhnya tidak baik.
Begitu bodohkah bangsa Indonesia yang tidak pernah mau belajar dari
pengalaman pahit ditipu para penjahat bertopeng malaikat. Banyak tokoh
yang semula disanjung dan diteladani, kemudian terbukti tidak lebih dari
seorang penipu. Ketika mereka kabur, tinggalah rakyat korban
penipuannya menangis menderita meratapi kerugiannya.
Begitu bodohkah rakyat Indonesia hingga terlalu mudah percaya berita
dan opini yang dibentuk pemberitaan media mengenai karakter, integritas
dan kredibiltas seorang tokoh. Tidak adakah mekanisme check and recheck
yang semestinya dilakukan sebelum memberi kepercayaan besar atas sebuah
amanah yang sangat menentukan nasib dan masa depan seluruh rakyat
Indonesia.
Tidakkah sesuatu pencitraan yang berlebihan semestinya membuat kita
lebih hati – hati dalam menilai figur tersebut. Bagaimana mungkin kita
mempercayai bahwa tidak ada udang di balik batu dari sebuah realitas
pencitraan sedemikian banyak media terhadap seseorang tanpa terlebih
dahulu kita menganalisa apa sebenarnya tujuan pencitraan tersebut dan
siapa pelaku atau sutradaranya.
Begitu kasat mata rekayasa pencitraan yang dibangun secara sistmatis,
masif, terencana dan pasti menghabiskan uang yang sangat besar untuk
pencitraan Joko Widodo atau Dahlan Iskan. Bahkan untuk Jokowi, nama
akrab Joko Widodo, rekayasa pencitraan dirinya perlu diwaspadai.
Pencitraan terhadap Jokowi dilakukan oleh sebuah tim pencitraan yang
lengkap, berpengalaman, terdiri dari berbagai kelompok yang bertugas dan
bertanggungjawab untuk membentuk citra diri Jokowi sesuai dengan
keinginan rakyat atau target yang ditetapkan tim konsultan pencitraan
Jokowi.
Berdasarkan pengamatan kami yang sudah lama mencurigai adanya maksud
jahat terselubung dari pihak tertentu terkait pengorbitan Jokowi sebagai
‘tokoh nasional, tokoh terpopuler, calon presiden terbaik’ dan
seterusnya, terlihat jelas rekayasa pencitraan Jokowi dilakukan melalui
cara – cara sebagai berikut :
Ratusan media nasional dan lokal (koran, majalah, TV, radio, media
online dll) dikontrak dan dibayar untuk setiap hari memuat berita
positif tentang Jokowi. Pada media cetak yang dikontrak dan dibayar
tersebut, disediakan halaman atau kolom khusus yang memuat berita
positif tentang Jokowi. Pada media online, ditargetkan pemuatan berita
Jokowi sampai sebanyak – banyaknya. Detik online misalnya, memuat berita
tentang Jokowi bisa sampai 50 kali atau 50 judul per hari dan selalu
ditayangkan setiap saat. Begitu tingginya target frekwensi menaikan
berita tentang Jokowi, sampai – sampai semua aktifitas Jokowi dimuat dan
diberitakan media.
Jokowi akan naik sepeda ke kantor, jokowi lari maraton, jokowi akan
mudik ke Solo, Jokowi akan ke Pluit, Jokowi nonton film, Jokowi nonton
wayang, jokowi makan banyak sebelum nonton, Jokowi antar makanan ke
Megawati, Jokowi bertemu si anu, Jokowi hebat, Jokowi luar biasa, Jokowi
berniat, Jokowi tertawa, jokowi dikawal, Jokowi bersedih, Jokowi
disambut warga, Jokowi bagi – bagi uang, Jokowi blusukan, Jokowi
bermimpi, dan seterusnya… Mungkin hanya ketika Jokowi buang angin,
Jokowi buang hajat, Jokowi mimpi basah atau Jokowi sedang cebok, yang
tidak dimuat oleh media massa – media massa bayaran dan kontraktor
pencitraan Jokowi tersebut.
- Sejumlah pengamat dan akademisi kampus disewa oleh sutradara dibalik pencitraan Jokowi untuk memberikan pendapat, penilaian dan kesan baik tentang Jokowi. Sesuai informasi yang diterima banyak staf pengajar dari Fisip UI Depok yang dibayar untuk mendukung pencitraan Jokowi. Mereka ini rutin memberikan pendapat atau komentar positif terhadao sosok Jokowi. Perilaku akademisi seperti ini dulu kami juluki ‘pelacur intelektual’. Menggadaikan rasionalitas dan keilmuannya demi rupiah.
-
Jaringan internasional digunakan untuk memberikan ‘legitimasi’
pencitraan positif tentang Jokowi. Bayangkan saja, seorang gubernur di
Indonesia yang belum membuktikan kemampuannya sebagai pemimpin, belum
ada prestasi kerjanya, tetapi sudah dipuja puji melalui pemberitaan
berbagai media di luar negeri. Informasi yang kami terima, pemuatan
berita tentang jokowi ini adalah hasil dari rekayasa James Riady, Stan
Greenberg cs dan jaringan Arkansas Connection yang diduga sebagai otak
dari semua rekayasa pencitraan diri Jokowi.
James Riady adalah tokoh konglomerat pemilik grup Lippo yang
merupakan teman baik mantan presiden AS Bill Clinton selama puluhan
tahun, sejak 1986 sampai sekarang. James memiliki banyak catatan buruk
mengenai sepak terjangnya di dunia bisnis dan politik, baik di Indonesia
atau pun di dunia internasional. Sejak menganut agama kristen
evangelis, kedekatan James dengan tokoh evangelis AS Pat Robertson sudah
menjadi pengetahuan umum. Hal tersebut menempatkan James sebagai sosok
yang selalu dicurigai umat Islam mengingat Pat Robertson, Menton James
Riady dikenal sebagai tokoh fanatik dan sangat membenci Islam/anti
Islam.
Sementara itu Stan Greenberg adalah patner sekaligus pemilik
konsultan politik terkemuka AS, Greenberg Quinlan Rosner, konsultan
politik yang selalu digunakan Partai Demokrat AS dan berpengalaman
menjadi konsultan ratusan politisi terkenal di dunia. James dan
Greenberg keduanya adalah anggota utama Arkansas Connection.
Ratusan orang baik tenaga honor mau pun karyawan organik yang dipekerjakan di perusahaan – perusahaan Lippo Grup dan perusahaan para konglomerat tionghoa yang menjadi pendukung pencitraan Jokowi, dikerahkan untuk membentuk citra palsu Jokowi melalui sosial media (socmed). Ribuan akun di berbagai socmed (twitter, facebook, dll) dikerahkan untuk mendongkrak popularitas dan kesan positif tentang sosok Jokowi. Mereka juga bertugas melindungi Jokowi dari segala bentuk kritik, termasuk pengungkapan kebenaran tentang siapa sebenarnya Jokowi.
Rekayasa pencitraan Jokowi tidak hanya didukung oleh James Riady, Stangreeberg dan Arkansas Connection, melainkan juga oleh mayoritas konglomerat tionghoa Indonesia, jaringan etnis China dunia/internasional, segelintir tokoh dan konglomerat pribumi serta dari berbagai kalangan /lembaga / insititusi non muslim, gereja, mayoritas komunitas tionghoa Indonesia dan seterusnya. Benar – benar sebuah konspirasi tingkat tinggi yang dibentuk dan dijalankan dalam rangka mensukseskan Jokowi sebagai presiden boneka di Indonesia.
Pencitraan Jokowi yang luar biasa, menghabiskan sumber daya uang, waktu dan tenaga yang sangat besar itu, juga berhasil menutupi fakta – fakta yang sebenarnya tentang karakter, kinerja dan track record Jokowi. Masyarakat tidak lagi berfikir logis dan tidak skeptis dalam menilai sosok Jokowi. Begitu banyak catatan buruk tentang Jokowi yang diabaikan atau terlindas oleh tsunami informasi dan opini yang dijejalkan konspirasi tingkat tinggi ini. Fakta bahwa Jokowi sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) atau penilaian kinerja Kemendagri yang membuktikan prestasi Jokowi biasa – biasa saja, malah lebih buruk dibanding kinerja rata – rata kepala daerah se – Indonesia, tidak menjadi perhatian rakyat.
Fakta bahwa Jokowi patut diduga terlibat korupsi pelepasan aset pemda Solo (Hotel Maliyawan), korupsi dana KONI Solo sebesar Rp. 5 miliar, korupsi hibah dana rehabilitasi pasar dari Pemda Jawa Tengah Rp. 1 miliar, korupsi dana bantuan siswa miskin Solo, korupsi proyek pengadaan videotron Manahan Solo, korupsi renovasi THR Sriwedari Solo, dan lain – lain, diabaikan begitu saja oleh rakyat Indonesia. Belum lagi dugaan korupsi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Program KJS dan KJP, KKN pada penunjukan pemenang dan pelaksana proyek MRT/Monorail Jakarta, korupsi pengadaan sumur resapan dan lain – lain.
Luar biasa hebat konspirasi James Riady cs dalam mengorbitkan Jokowi
ke puncak popularitas demi terwujudnya mimpi mereka untuk memiliki
seorang presiden Indonesia yang berada di bawah kendali dan pengaruh
mereka. Seorang